GAMBARAN UMUM POHON KARET (Hevea brasiliensis)

 

    Pohon Karet dengan nama ilmiah Hevea brasiliensis sudah menjadi salah satu tanaman perkebunan yang memiliki pertumbuhan tinggi (dewasa bisa mencapai 15-25 meter), batangnya mengandung lateks, dan  bernilai ekonomis tinggi di Indonesia dan juga di dunia. Sampai saat ini, getah dari pohon karet menjadi nilai utama. Pohon Karet termasuk ke dalam divisi Spermstophyta, suku Euphorbiaceae, dan genus Hevea. Ada beberapa spesies Hevea yang dikenal di dunia ini, akan tetapi menurut seorang ahli tanaman karet dari Indoneisa yang bernama Aidi Daslin, karena spesies Hevea brasiliensis banyak menghasilkan lateks, maka memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Salah satu artikel, yaitu artikel RimbaKita juga menyebutkan bahwa tanaman karet menempati posisi ketiga sebagai tanaman perkebunan bernilai ekonomis tinggi kalah oleh tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quineensis Jacq.) yang menepati possi pertama dan tanaman Kapas (Gossypium sp) di posisi kedua dan negara Indonesia menjadi penghasil lateks kedua terbesar di dunia. Status tanaman ini tidak termasuk ke dalam tumbuhan yang akan punah maupun terancam punah jika diperdagangkan berlebihan karena memiliki jumlah yang cukup banyak dan menjadi tanaman budidaya (terus dikembangkan).

    Di daerah beriklim tropis, pertumbuhan tananman ini sangat baik. Sehingga rata-rata Negara di Asia Tenggara menjadi produsen karet terbesar yang ada di dunia. Akan tetapi, tumbuhan bernama Latin Hevea brasiliensis ini tidak berasal dari negara-negara di Asia Tenggara melainkan berasal dari salah satu kawasan hutan terluas yang ada di dunia, yaitu Amazon, Brazil dan kawasan Amerika Selatan lainnya. Pada saat zaman penjajahan Belanda tumbuhan ini mulai dikenal di Indonesia. Kebun Raya Bogor menjadi tempat penanaman pertama pohon karet ditanam tapi hanya untuk dikoleksi saja. Kemudian pada tahun 1864 mulai diperkenalkannya perkebunan yang dibuka oleh Hofland di daerah Pamanukan dan Ciase, Jawa Barat. Pada masa itu, perkebunan karet masih banyak mengalami masalah seperti pertumbuhan tanaman, produksi dan kualitas getahnya yang pada akhirnya dilakukan seleksi pada tumbuhan ini pada tahun 1910 dan pada tahun 1917 ditemukkanlah teknik okulasi yang dapat mempertahankan sifat dan kualitas tumbuhan tersebut. Di wilayah Sumatera (Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Jambi, Riau), Kalimantan (Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur), dan Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten) menjadi wilayah sebaran tumbuhan penghasil lateks tersebut di Indonesia. Negara Afrika juga sangat produktif dalam menghasilkan getah karet berbeda dengan tempat asal ditemukkannya tumbuhan ini, yaitu Amerika Latin dan Amerika bagian selatan.

    Morfologi tumbuhan karet sendiri di Indonesia memiliki ketinggian yang bisa mencapai 25 meter, memiliki diameter batang yang besar dan tegak lurus ke atas, mampu bertahan hidup sampai 100 tahun. Terdapat lateks atau getah yang ada pada bagian dalam batang. Pada bagian daun tumbuhan ini terdiri atas tangkai utama daun (panjang 3-20 cm) dan tangkai pada anak daun (3-10 cm), tersusun atas 3 anak daun dalam satu helainya, memiliki bentuk daun elips (bagian ujung daun runcing dan tepi daun rata), warna daun umumnya hijau ketika masih muda atau sudah dewasa dan akan menjadi kuning kemerahan jika sudah mau digugurkan oleh tumbuhan ini. Jenis perakaran tunggang dan mampu tumbuh hinnga lebih dari 1,5 meter ke dalam tanah dan akar alateral yang menyebar ke samping (bisa mencapai 10 meter panjangnya). Memiliki bunga majemuk, bunga jantan dan bunga betina tumbuh di pohon yang sama, ukuran bunga betina lebih besar, tumbuh pada malai, dan terdapat bakal buah sedangkan bunga jantan yang sedikit lebih kecil. Buah pohon karet memiliki 3-6 ruang dengan bentuk setengah bola dan sifat ruangnya yang simetris, ketika sudah matang buah tersebut akan pecah dan biji yang ada didalamnya akan keluar. Warna biji karet cokelaht tua dengan bercak hitam, berukuran besar, kuat, dan mengandung racun. Jumlah biji karet setiap pohonnya menyesuaikan jumlah dari buah karet tersebut, karena disetiap ruangan pada buah hanya terdapat satu biji pada umumnya.

    Tumbuhan dengan nilai ekonomis tinggi ini banyak memiliki manfaat tidak dari getahnya saja, tapi banyak sekali manfaat dari bagian pohon karet lainnya. Umumnya di Indonesia, karet dimanfaatkan paling utama adalah getahnya dan sebagai bidang industry seperti industry ban kendaraan, bahkan perabotan rumah tangga atau barang-barang sehari-hari. Tumbuhan ini juga memiliki peran besar dalam merehabilitasi dan mereboisasi lahan karena  kemampuan adaptasinya yang sangat baik di lahan manapun dan mampu menyerap gas karbondioksida untuk mengurangi dampak rumah kaca. Sebenarnya getah karet juga bisa menjadi campuran makanan seperti es krim, kue, dan snack, akan tetapi dalam pengolahannya harus dengan keterampilan khusus agar mendapatkan hasil yang maksimal. Selain getah pada bagian dalam batangnya, batang pohon karet juga biasa dimanfaatkan sebagai bahan baku mebel karena sifatnya yang keras, awet, dan mudah untuk dibentuk. Biji karet tidak kalah penting karena banyak mengandung jenis zat yang cocok untuk dijadikan obat tradisional seperti kandungan lemak, protein, asam niktinat, tiamin, tokoferol, dan akroten yang bagus untuk campuran industry farmasi atau obat-obatan tradisional.

    Budidaya tumbuhan karet sendiri di Indonesia tidak sulit karena banyak wilayah yang sudah memenuhi syarat untuk kelayakan tumbuh sperti curah hujan yang bagus (sekitar 1.600-2.000 mm per tahun), intensitas cahaya matahari yang cukup (6-8 jam per hari), kelembaban yang tinggi, pH tanah (5-7) dan kesuburan tanah yang memadai, dan ketinggian bidang tanah yang memadai (200-300 meter di atas permukaan laut). Hanya harus memerhatikan lebih dalam proses pemilihan bibit karet yang berkualitas, proses penyemaian yan memiliki dua tahap yaitu penyemaian kecambah karet dan penyemaian bibit karetnya, tahap penanamannya yang alangkah baiknya ditanam pada saat awal musim hujan dari bulan Desember-Januari, pemeliharaan perkebunan karet (penyiraman, pemupukan, dan pemilahan bibit karet yang tidak tumbuh), bahkan sampai proses penyadapannya yang harus memerhatikan umur pohon karet (umumnya 5-7 tahun), tinggi buka sadapannya (bukaan sadap pertama 130 cm dan yang kedua 280 cm dari atas tanah), sudut pembukaan sadapnya yang dimulai dari kiri atas ke kanan bawah dengan sudut 300 derajat dan tebal irisan sadapnya (dianjurkan 1,5-2 mm).

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selayang Pandang KPHL Bukit Barisan Unit IV Sumatera Barat

Kehidupan dan Pemanfaatan Kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd.)

“Rotan : HHBK Potensial, Produk Unggulan KPHL Bukit Barisan”